Bapak - Bapak Pengemudi Mikrolet

on Saturday, October 15, 2005

Sepertinya naik mircolet itu paling males ya? Sudah panas, penumpangnya berjejalan, terus rutenya muter - muter, sehingga semestinya 45 menit sudah sampai tujuan kadang harus sampai 90 menit. Pertimbangannya pasti karena biaya murah jika di bandingkan taksi yang membuka pintu saja sudah mengeluarkan ongkos lumayan. Namanya murah mau minta services lebih he.. he.. he.. mana mungkin?



Tapi aku paling demen (=suka) kalau saat naik angkot itu duduk-nya di depan, disebelahnya pak sopir. Lebih demen lagi kalau sopirnya enak di ajak ngobrol. Perjalanan 90 menit dari Keputih ke Terminal Tambak Osso Wilangunpun terasa cepat, atau 20 menit ke Terminal Bratang malah tak terasa.



Biasanya saya mulai dengan pertanyaan dari mana asal-nya. Asli Surabaya Pak? Tanyaku, nah nanti kalau pengemudinya enak maka ngobrolpun lancar, bisa membahas daerah masing - masing, tetapi kalau tak enak, maka aku mending diam seribu bahasa sambil memperhatikan kiri kanan jalan. Tetapi rata - rata pengemudi microlet itu dari Surabaya sendiri, Madura, Lamongan, Gresik dan daerah sektiranya.



Pernah juga pada suatu kesempatan saya bersama dengan seorang pengemudi angkot yang lucu banget. Bapaknya yang tanya duluan.
“Mau kemana Mas? Tanyanya.
“Oh saya ke Keputih Pak. Bapaknya Asli sini (=Surabaya) ?” tanyaku balik.
“Ya sudah tebak saja dari mana asal Bapak? Saya kasih waktu berfikir sampai perempatan selanjutnya. Kalau bisa menebak saya kasih Gratis, Mas-nya tidak perlu membayar. Anggap saja, kursi di depan ini tidak ada penumpangnya. Sebagai petunjuk kalau daerah saya itu menghasilkan karya/kerajinan/atau sesuatu yang dibutuhkan banyak orang. Semua orang rata-rata membutuhkannya?” Ungkapnya sambil tertawa.
“Itu barang apa Pak? Kerajinan tangan, barang berharga atau apa?” selidikku lebih lanjut.
“Wah Bapak tidak bisa ngasih tau, pokoknya itu saja informasinya. Hayoo sebentar lagi sudah sampai perempatan.” Bapaknya mulai memperingatkan.
Pikirku kalau dari Surabaya atau Madura jelas tidak mungkin, karena rata-rata pengemudi di Surabaya kebanyakan orang Surabaya dan Mandura. Masak semudah itu.
“Sudah, sekarang kita sudah melewati perempatan. Hayo tebak saja sembarang, wong nebak tidak perlu membayar.” ungkap bapak pengemudi Mircrolet.
“Saya jawab Gresik saja Pak.” Jawabku.
“Alasannya apa kok Gresik?” tanyanya.
“Di Gresik kan penghasil Kopiah pak? Kopiah kan dikenakan banyak orang.” Jawabku.
“Salah mas, saya dari Madura. Madura kan penghasil Garam. Garam itu dibutuhkan banyak orang. Mana ada orang yang tidak butuh garam? Ha.. ha.. ha.. “ Jawabnya sambil tertawa.
Sayapun tinggal nyengir saja, karena tidak jadi mendapat tumpangan gratis.
Akhirnya cerita kitapun mengalir kemana - mana.



Barangkali jika mengetahu Microlet O di Surabaya pasti akan terheran - heran. Jumlahnya bayak sekali, hampir tiap satu/dua menit sekali ada Microlet O lewat. Padat sekali bukan? Sehingga ada juga sopir microlet yang menceritakan bagaimana perjuangannya sebagai sopir baru bisa diterima kalangan sopir-sopir lain. Karena sebagai sopir baru dia akan di tempel ketat oleh sopir lama. Di depannya ada microlet dan tepat di belakangnyapun juga ada microlet. Sehingga benar - benar diperlukan perjuangan yang ekstra keras untuk bisa di terima dikalangan komunitas sopir.



Kadang ada juga yang ngajak bincang2 politik, kebijakan - kebijakan pemerintah, kasus terhangat saat ini, atau membicangkan polisi yang ada - ada saja acaranya untuk membuat pengendara itu kena tilang. Semacam pembuatan jalur kiri di dekat POM Bensin Kertajaya yang sekarang sudah di buang, bukankah itu hanya akal-akalan polisi untuk mendapat tilang. Yang penting satu saja, jangan sampai mendebat pendapat mereka, karena tidak akan ada gunanya. Kalau tidak sepakat saya hanya senyum saja, sambil menjawab “Barangkali iya Pak.”



Namun sejak BBM menaik Para pengemudi Mikorletpun banyak yang berkeluh kesah. Banyak sekali yang berpesan pada saya, Bahwa kehidupan untuk episode ini sangat berat. BBM naik hampir dua kali lipat, tetapi tarif angkot hanya segitu saja. Sebelum BBM naik tarif angkot 1500 rupiah, dan ketika BBM naik hampir dua kali lipat tarif angkot hanya 2000 rupiah. Tidak cukup untuk membeli 1/2 liter bensin. Padahal setoran yang harus di serahkan-pun juga meningkat. Penghasilan hari ini rata - rata hanya cukup untuk dimakan hari ini, bahkan seringkali kurang, karena untuk nomboki biaya setoran. Tetapi walaupun begitu beratnya kehidupan harus dijalani. Yach.. orang hidup itu tinggal menjalani saja. Yang penting sabar dan syukur. Kalau ada kemahuan pasti ada jalan. Yang di atas tidak akan tidur, pasti rejekinya telah di sebar secara adil, tinggal bagaimana kita bisa mengambil rejeki yang telah di sebar itu.



Rata - rata ungkapan - ungkapan itulah yang dipesankan pada saya. Dan sebelum turun pasti saya akan berkata “Kapan - kapan disambung lagi ceritanya Pak? Sayapun kadang juga berfikir “Kapan ya sopir microlet bisa kaya?” :)

1 comments:

Berita Kereta Api said...

Angkot memang masih banyak dibutuhkan di pelosok negeri. Karena memang tidak semua orang mau atau mampu membeli sarana transport pribadi. Akan tetapi akan lebih dahsyat kalau pemerintah juga memberikan keradaan transportasi masal selevel kereta api :)

Post a Comment