(SJRCI-SB) VIII. Apakah Psikiatri Bertentangan Dengan Ruqyah Syariah?

on Sunday, February 20, 2005

Zaman ini, dengan segala problematika dan kompleksitasnya telah melahirkan berbagai macam penyakit jiwa. Seperti kecemasan, stress, depresi dan kegelisahan. Itu disebabkan karena peradaban modern hanya memberikan perhatian kepada dimensi materi manusia dan melupakan dimensi spiritual dan keimanannya. Itu semua melahirkan berbagai macam penyakit seperti tekanan darah tinggi, diabetes, infeksi lambung, gangguan pencernaan, gangguan syaraf dan lainnya.



Untuk mengobati penyakit – penyakit tersebut kita menemukan adanya dua kelompok yang berbeda :



Kelompok Pertama mengatakan kita menggunakan pendekatan psikiatri dari menggunakan obat – obat modern. Kelompok ini menolak pengobatan dengan Ruqyah Syariah dan tidak percaya pada efektifitasnya.



Kelompok Kedua mengatakan justru pendekatan psikiatrilah yang tidak efektif. Dan bahwa hanya pengobatan dengan Ruqyah Syariahlah yang dapat menyembuhkan penyakit – penyakit tersebut.



Tentu saja kedua kelompok itu sama – sama ekstrim dalam bersikap. Padahal sesungguhnya psikiatri modern dengan berbagai cabangnya dan pengobatan rohani atau spiritual merupakan saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Doktor Abdullah Ash-Shubai’i, dosen dan psikiater mengatakan : “Penyakit ‘ain, sihir dan kesurupan jin merupakan faktor – faktor utama yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa dan fisik.”

22



Tapi kemungkinan muncul sebuah pertanyaan penting : manakah yang didahulukan dari kedua pola pengobatan itu?



Jawabnya

23

adalah : pengobatan dengan Al-Qur’an lebih didahulukan atas psikiatri modern. Itu karena pengobatan rohani bersumber dari sikap mengesankan Allah sebagai Pencipta, membaca Al-Qur’an, mensucikan diri; semua itu akan memperkuat hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Pengobatan dengan Ruqyah dan bacaan Al-Quran akan memperkuat dimensi mentalitas seseorang. Dan dengan kekuatan mental itulah dia dapat menolak berbagai macam penyakit dari tubuhnya. Ibnul Qayyim menceritakan sebuah pengalaman dari gurunya, Ibnu Taimiyah – semoga Allah merahmati keduanya –, yang memperkuat asumsi ini.  Suatu saat Ibnu Taimiyah menderita penyakit tertentu. Lalu dokter berkata padanya : “Akan sangat berbahaya bagimu jika engkau terus melibatkan diri dalam pembahasan dan pemikiran tentang ilmu serta dzikir.” Maka Ibnu Taimiyahpun menjawab “Bukankah kalian yang justru mengatakan bahwa jika jiwa seseorang dalam keadaan kuat dan senantiasa gembira maka itu akan memberinya kekuatan yang membatu alam untuk menolak penyakit yang menimpa itu. Dan jika alam itu lebih kuat daripadanya maka penyakit itu akan mengalahkannya.” Dokter itupun menjawab : “Ya itu benar.” Lalu Ibnu Taimiyah mengatakan : “Jika jiwa saya sedang berkonsentrasi dalam berdzikir dan membahas masalah – masalah ilmu, lalu ia menemukan jawaban dari suatu masalah yang rumit, maka ia menjadi gembira dan menguat. Jadi itu akan menolak semua penyakit yang menimpa diriku.”

24



(bersambung..... )
» Judul Selanjutnya Ruqyah Tidak Menafikan Tawakkal ?



————--

22

Majallah Ad-Da’wah, Nomor : 1479, tanggal 10/09/1415 H

23

Lihat: “Al-Ruqyatul Wa Al-Ruqaa”, Khalil bin Ibrahim Amin, hal: 94

24

Miftaah Daar Al-Saadah, Ibnul Qayyim, Jilid I-287



39-45

0 comments:

Post a Comment