Kalau Jadi Guru Gak Boleh Marah Pak.

on Tuesday, February 27, 2007

Hari sabtu kemarin saya main - main ke SD Muhammadiyah GKB di Jl Belitung GKB. Sebenarnya tugas utamanya bukan main - main sih ada acara seminar, dan saya adalah panitianya. Karena saya datang lebih pagi maka saya memiliki banyak waktu luang. Untuk mengisi waktu luang tersebut saya bermain - main dengan anak kelas V yang saat itu sedang menghaluskan bambu.



“Lagi membuat apa dik?” Sapaku ramah :).
“Ini pak, lagi bikin layang-layang. Buatin dong pak? Susah nich Pak.” Kata salah seorang murid.
“Ya di coba dulu, disitu kan ada petunjukkanya. Masak belum dicoba sudah bilang susah. Itu namanya kalah sebelum berperang.” balasku.



Tak lama kemudian kami sudah akrab. Setidaknya ada Sonya, Rosa, Safira, terus siapa lagi ya? Hmm.. aku lupa. Sonya ini anaknya kecil tapi ngomongnya banyak.



“Pak, pak, kelas kita itu kelas paling heboh. Catet ya pak pokoknya kelas VA itu adalah kelas paling kopak. Setiap guru yang masuk pasti stress.” Kelakar Sonya.
“Masak se?” Tanyaku penuh selidik.
“Iya pak, bener kok, kalau gak percaya besuk bapak ngajar saja di VA.” Kata Sonya penuh semangat. Sayapun tinggal tertawa melihat tingkah anak kecil ini.



Lain lagi dengan Safira yang semula sama saya mengaku bernama Devinta. Adik kecil yang lebih suka dipanggil Sasa ini bawaannya stik drum, walaupun anaknya masih kecil tetapi sudah kursus nge-drum di sekolah musik Purwacaraka Surabaya. Dengan bangganya saya ditunjuki buku-buku kursus nge-drum-nya.



“Eh sasa, mending stik drum kamu saja yang dijadiin layang - layang. Lumayan kan, kayaknya kayu-nya bagus.“Godaku.
“Enak saja, satu pasang ini mahal lho pak. Kalau layang - layang gini saja mendingan beli paling haraganya murah.” Kelitnya.



Akhirnya kamipun ngobrol tentang pelajaran yang disukai, guru yang paling disayangi dan macam - macamlah. Hinga akhirnya sayapun di kasih tau sama seorang siswa.
“Eh Pak Agus, Pak Agus mahu tidak tak kasih hadiah?”
“Hmm pasti mau.” jawabku.
“Tapi syaratnya satu, matanya mesti tertutup rapat. Tidak boleh terbuka.” Ungkapnya.
“Boleh.” Jawabku. Akhirnya akupun menutup mata rapat - rapat.
“Sudah pak, sekarang buka dong mata Bapak.” pintanya. Akupun mulai membuka mata dan Ha...! Satu peleton siswa sudah siap - siap dengan karet gelang terentang dengan mesiu kertas terpotong kecil-kecil. Dan Plak.. Plak.. Plak.. peluru - peluru kertas kecil tersebut berhamburan mengenai muka dan tubuhku. Tidak terasa sakit karena kertasnya kecil sekali. Tetapi saya lihat anak - anak lonjak - lonjak senang sekali. Sayapun tinggal senyum kecut saja.
“Ih.. dikerjai anak - anak.” Gumanku dalam hati.



Tak seberapa lama kemudian saya dikasih sebuah karet gelang dengan sebuah kertas sebagai mesiunya. Dan sayapun berubah menjadi anak kecil. Main ketapel - ketapelan sama anak - anak tadi sampai capek deh.
“Sudah, sudah Pak Agus capek nich. Damai-damai.” Kataku.



Dua orang siswa mendekatiku dan berkata, “Wah pak agus, pak agus yang ngajar kita saja ya?”
Sayapun tersenyum dan berkata, “Kamu salah dik, kalau pak agus yang ngajar kamu semua akan takut.”
“Lho kenapa?” sahutnya
“Soalnya Pak Agus itu kalau ngajar sering marah.” Kelakarku sambil tersenyum.



“Eh pak kalau jadi guru itu gak boleh marah loh pak. Kalau sukanya marah mending tidak usah jadi guru.” Kata murid kecil tersebut polos. Saya sungguh terharu dengan perkataannya, dan menimpali sambil tersenyum.
“Dan kalau jadi murid juga gak boleh jahat sama gurunya seperti rame, nggak memperhatikan, semaunya sendiri. Kalau sukanya jahat sama gurunya gak usah jadi murid.” balasku.



Setelah sekitar satu jam kita bermain-main, anak - anak itupun pulang kerumah.
Layang - layang mereka sudah jadi, tapi aku nggak tau pasti layang2 itu bisa terbang atau tidak karena belum dicoba. Sebelum berpisah sayapun mengatakan pada mereka, “Satu tahun lagi Pak Agus tunggu di SMPMuhammdiyah GKB ya?” He.. he.. he.. Promosi, promosi.

1 comments:

budi said...

alhamdulliah,saya bantu belajar bahasa pada teman-teman.tapi saya tidak marah

Post a Comment