Buku Merah Tua, Catatan Sebuah Diary Lama

on Monday, November 29, 2004

Tumpukan buku begitu banyak, text book dan kertas bertumpuk meninggi. Rasanya sangat “eman” untuk diloakkan, tetapi di tumpuk juga untuk apa? Akhirnya daripada menggunung rencananya sebagian saya titipkan ke laboratorium optik jurusan, barangkali ada yang membutuhkan untuk referensi. Kadang senyum - senyum sendiri saat tangan ini meraih album - album kenangan dari pelatihan. Berhenti sebentar terus baca - baca komentarnya teman - teman pelatihan.



Eh, mendadak pandanganku menatap sebuah diary tebal dan kumal yang dulu seringkali saya gunakan untuk nulis - nulis. Ya, sebelum saya kenal web ini, disitulah ada beberapa coretan - coretan kata, Pokoknya buku campur aduk. Nemu resep masakan saya masukkan, ada doa yang pass saya masukkan, bahkan kalau ada kajian catatannya juga disitu. Gado - gado lah. Namun bentuknya bukan seperti diary pada umumnya melainkan macam buku kerja. Ada notulen - notulen rapat, ada coretan rencana suatu kegiatan bahkan sampai catatan keuangannya. Ada chord nasyidnya. ha.. ha.. ha.. Makanya kumal mal.. mal…



Aku biarkan kertas - kertas tidak berguna yang sedianya mau dibuang berceceran, sambil mendengarkan lagu - lagunya NowSeeHeart yang terputar di PC, tanganku masih asyik membolak balik diary merah tua itu. Hmmm kadang senyum - senyum kecil. Di bagian sampul depan dalam terdapat sebuah kantong kecil, biasanya dulu untuk menyusupkan uang kertas, atau catatan kecil lainnya. Aku coba memungut sebuah kertas yang sudah usang pula. Aku bersihkan dari kotoran debu. Aku terkejut banget, tulisan mungil inipun kok masih ada. :D



Agak remang - remang tulisan tangan dari bolpoint hitam itu aku baca,



“Apa benar anda Agus Waluyo ? Yang di SKI SMUN I Durenan.”



NamaPengirim
“(031)XXXXXXX”



(maaf sebagian disensor, bukan konsumsi umum :) )



Anganku langsung melayang ke masa - masa dulu (flash back)



Pada suatu ketika saya naik kereta api ekonomi jurusan Tulungagung - Surabaya dan duduk satu meja dengan seorang akhwat, yang saya tidak mengenalnya sama sekali. Sekedar diketahui walau satu meja tetapi saya dan akhwat itu tidak berhadap - hadapan, karena satu meja tersebut diisi 6 orang , saya duduk dekat jendela sedangkan akhwat tadi duduk di dekat lorong gerbong. Kayaknya sih akhwat itu adalah satu smu sama aku tetapi berlainan kelas. Ah mau nyapa juga nggak seberapa familier, kalau benar? Kalau salah bisa muka pucat sampai Surabaya. Ya sudah, biarkan saja, lagian kalau itu akhwat yang satu SMU denganku, semasa SMU pun saya juga nggak akrab, artinya saya sendiri nggak tau siapa namanya dan tidak pernah berinteraksi sama sekali. Kan susah juga nyapanya. Hmm paling - paling bukan. AKhirnya sayapun memutuskan untuk diam seribu bahasa, hanya ditanganku terbawa kumpulan cerita - cerita lucu untuk mengendorkan syaraf karena perjalanan yang bagi saya lumayan melelahkan.



Nah akhirnya sampai juga di Stasiun Wonokromo Surabaya berarti kurang satu stasiun lagi yaitu Stasiun Gubeng saya turun. Akhwat tadi mengucapkan salam dan menyerahkan secarik kertas. Sayapun yang nggak begitu memperhatikan sempat terkaget - kaget (=terkejut), menjawab salamnya dan bertanya balik, “Anti yang di SMU Durenan dulu ya?” Hmm akhwat tadi cuman tersenyum (nggak tau penuh makna apa tidak senyumnya :p ), dan balik kanan untuk selanjutnya turun dari kereta, sementara saya masih terbengong - bengong :o, dan mebuka secarik kertas yang tertulis diatas.



Alkisah nich ya, dulu saya punya seorang teman yang lumayan baik, namun berlainan kelas.  Teman tersebut bukanlah teman ngaji tetapi hanya teman smu biasa. Nah teman saya itu ngefans banget sama seorang temen putri dikelasnya. Waktu itu temen putri itu belum berjilbab, tetapi anaknya (kelihatannya) sopan, ramah, baik hati, suka menolong, lumayan cakep dan gemar menabung lagi :D. Saya sendiri tidak seberapa ngeh (=paham) Saya tidak tau pasti apakah keduanya pada akhirnya “jadian” apa tidak. Tetapi isu - isu yang berkembang seperti itu. Nah kabar selanjutnya, waktu kelas tiga teman putri ini memanjangkan pakaiannya dan menyembunyikan rambutnya alias berjilbab. Beberapa bulan kemudian akhirnya kamipun lulus smu, dan pada melanjutkan study di surabaya, beda universitas dan sudah tidak tahu kabar satu sama lain.



Tahun ke dua saya kuliah itulah baru ketemu dengan akhwat yang di sukai teman saya tadi, karena sesampai di Surabaya saya hubungi nomor telephone yang ditinggalkan tersebut dan ternyata benar akhwat tadi adalah akhwat yang disukai teman smuku dulu, dan sejak saat itu saya tidak pernah menghubungi lagi, hanya kemudian sekali bertemu saat kunjungan antar LDK, itupun dibalik hijab, dan tidak membicarakan yang aneh - aneh. Ya.. sekedar “say hallo” atau saling menyapa.



Dari seorang kawan smu yang lain yang juga kuliah di Surabaya menceritakan kalau temen smu saya yang saya ceritakan diatas itu masih suka dengan temen akhwat itu dan sampai sekarang (saat itu) masih sangat mengharap - harapkan agar cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun nich namun, masih menurut cerita kawan kedua yang lain itu Si Akhwat meminta dengan sangat agar teman pertama saya itu ikut kajian di kampus atau liqo. Tapi saya tidak bertanya mendetail apakah kalau ikut kajian baru diterima apa tidak, atau si akhwat mengharap kalau teman saya itu ikut ngaji lantas biar mengerti kalau jalan mereka itu kurang benar saya tak tahu pasti karena hal itu bukanlah kepentingan saya ... :D. Namun karena kawan saya itu “mokong” (=tak mau juga ikut kajian) cerita selanjutnya Si Akhwat ini cenderung menjauh, dan pada akhirnya sesuatu yang sangat tidak diharap - harapkan kawan saya itu terjadi juga. Kabar terakhir (dua tahun yang lalu) bahwa akhwat tersebut sudah di nikah seniornya. Kabar - kabarnya pilihan murobbi bro! :D



Saya justru kasihan sama teman pertama saya, stress berat. Sampai - sampai kabar terakhir (setahun kemarin) teman saya ini jadi sering ke diskotik, dan narkoba adalah salah satu konsumsinya. Ya kalau kejadiannya begini hampir serperti di sinetron “Beginilah cinta, deritanya tiada akhir” :)), (tetapi saya nggak tahu pasti semoga saja berita salah yang saya dengar).



Untuk itulah kalau kagum (=baca menyukai) terhadap lawan jenis ada baiknya menyukai biasa saja, karena belum tentu yang sangat kita harap - harapkan akan menjadi kenyataan. Jodoh, umur, rejeki adalah karunia Allah. Kita tidak tahu apa keinginan Allah, kita hanya bisa berusaha dan Allah pasti memberikan yang terbaik buat makhluk - makhluknya.



“Gus, punya jemuran nggak !!!!! Mau hujan deras nich!!!” Teman kamar sebelah berteriak membuyarkan lamunanku, dengan cepat aku selipkan kertas kumal itu ke saku diary merah dan ku tutup untuk kemudian keluar kamar menyelematkan barang - barang yang harus diselamatkan.

2 comments:

kasma said...

saya jadi terharu bacanya. ko bisa gitu kali ya.... yah..walaupun blom pasti ceritanya.:j

yusuf said...

waduh..:? ngebaca tulisan itu bikin saya makin berusaha untuk mensikapi “rasa” yang ada di hati ini:p dengan lebih mendekatkan diri sama sang khaliq :)

Post a Comment